Selamat Datang Di Laboratorium Akuntansi dan Keuangan IKOPIN

............................................................................

Selamat Datang Di Laboratorium Akuntansi dan Keuangan IKOPIN

............................................................................

Selamat Datang Di Laboratorium Akuntansi dan Keuangan IKOPIN

............................................................................

Selamat Datang Di Laboratorium Akuntansi dan Keuangan IKOPIN

............................................................................

Selamat Datang Di Laboratorium Akuntansi dan Keuangan IKOPIN

............................................................................

Rabu, 14 Mei 2025

BALANCE FACT : HARGA POKOK PENJUALAN DALAM AKUNTASI PERPAJAKAN


HARGA POKOK PENJUALAN DALAM AKUNTASI PERPAJAKAN


A. Harga Pokok Penjualan

   Beban pokok usaha Harga Pokok Penjualan (HPP) diakui menggunakan pendekatan kausalitas, yaitu mengaitkan beban secara langsung dengan penghasilan. Oleh karena itu, HPP diakui pada saat persediaan itu dijual.

HPP dipengaruhi oleh system pencatatan dan penilaian persediaan. Menurut Weygant, Kimmel dan Kieso (2011: 202-203), ada dua system yang dikenal dengan pencatatan persediaan, yaitu sebagai berikut.

1. Sistem Periodik

Dalam system periodic, persediaan dan HPP tidak dapat diketahui sewaktu-waktu. Persediaan dihitung dengan melakukan perhitungan fisik (stock opname) pada setiap akhir periode. Hasil perhitungan tersebut dipakai untuk menghitung HPP.

2. Sistem Perpetual

Sistem perpetual menyajikan informasi mengenai persediaan dan HPP setiap saat tanpa melakukan perhitungan fisik (stock opname).

  Dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, sistem pencatatan persediaan tidak diatur secara jelas. Selama sistem dapat menunjukan kebenaran pencatatan maka ketentuan perpajakan dapat menerimanya.

 Metode persediaan yang digunakan dalam akuntansi perpajakan adalah metode FIFO dan metode rata-rata, sedangkan metode LIFO tidak diperbolehkan menurut Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2015.

1. Metode Masuk-Pertama Dan Keluar-Pertama (FIFO)

    Metode masuk-pertama dan keluar-pertama (First in First out-FIFO) ini berasumsi bahwa persediaan yang pertama kali dijual adalah persediaan yang pertama kali dibeli. Dengan demikian, hanya ada persediaan yang dibebankan sebagai HPP berasal dari persediaanyang dibeli pertama kali.


2. Metode Rata-Rata (Average-Cost)

    Dalam metode ini, HPP ditentukan dari biaya rata-rata per unit untuk masing-masing persediaan setiap kali pembelian dilakukan. Menurut Pasal 10 ayat (6) UU PPh, penilaian pemakaian persediaan untuk menghitung HPP menurut pajak hanya boleh dilakukan dengan menggunakan metode FIFO dan metode Average. Pemilihan metode tersebut harus dilakukan secara taat asas. WP tidak diperkanankan menggunakan metode penilaian mana yang lebih rendah antara harga perolehan dengan harga pasar.

B. Contoh Perhitungan Harga Pokok Penjualan

Perusahaan pada awal tahun 2011 mempunyai persediaan awal bahan baku sebanyak 1000 unit dengan harga satuan Rp.1.000. selama tahun 2011 perusahaan membeli baban baku sebagai berikut. 50.000 unit, 75.000 unit, 100.000 unit dan 125.000 unit dengan harga per unit adalah sebesar Rp900, Rp1.000,Rp1.100 dan Rp1.200. Selama tahun 2011 perusahaan mengeluarkan bahan baku untuk produksinya sebagai berikut. 45.000 unit, 70.000 unit, 100.000 unit dan 30.000 unit.

  Besarnya bahan baku yang dipergunakan untuk proses produksi dan besarnya persediaan bahan baku akhir yang akan dicatat oleh perusahaan adalah sebagai berikut.

a. Perhitungan Menggunakan Metode FIFO

Persediaan akhir (unit) = Persediaan Awal + Pembelian – Produksi = 1.000 + (50.000 + 75.000 + 100.000 + 125.000)

- (45.000 + 70.000 + 100.000 + 30.000)

= 16.000 unit

Persediaan akhir (Rp) = 16.000 unit x Rp 1.200 = Rp. 19.200.000

Persediaan Awal = 1.000 unit x Rp 1.000 = Rp. 1.000.000

Pembelian = 50.000 unit x Rp 900 = Rp. 45.000.000

       75.000 unit x Rp. 1.000 = Rp. 75.000.000

100.000 unit x Rp. 1.100 = Rp. 110.000.000 125.000 unit x Rp. 1.200 = Rp. 150.000.000

          = Rp. 380.000.000

Harga Pokok Produksi = Persediaan awal + pembelian – persediaan akhir = Rp. 1.000.000+Rp. 380.000.000–Rp. 19.200.000

    = Rp. 361.800.000

b. Perhitungan Menggunakan Metode Average

Persediaan awal = 1.000 unit x Rp. 1.000 = Rp 1.000.000

Pembelian = 50.000 unit x Rp 900 = Rp 45.000.000 75.000 unit x Rp. 1.000 = Rp 75.000.000

      100.000 unit x Rp. 1.100 = Rp110.000.000

      125.000 unit x Rp. 1.200 = Rp150.000.000

      351.000 unit = Rp381.000.000

Harga per unit =Rp381.000.000/351.000 unit = Rp1.085 per unit

Persediaan akhir (Rp) = 16.000 unit x Rp1.085 = Rp17.360.000

Harga Pokok Produksi = (45.000+70.000+100.000+30.000) x Rp1.085 = 245.000 unit x Rp1.085 = Rp265.825.000


C. Kesimpulan

Dalam akuntansi perpajakan, penilaian dan pencatatan persediaan memengaruhi perhitungan Harga Pokok Penjualan (HPP). Metode persediaan yang diperbolehkan menurut Direktorat Jenderal Pajak dan Pasal 10 ayat (6) UU PPh adalah metode FIFO dan metode rata-rata. Metode LIFO tidak diperbolehkan karena tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan kepatuhan perpajakan. Pemilihan metode harus dilakukan secara konsisten (taat asas) agar pencatatan HPP mencerminkan kondisi sebenarnya dan dapat diterima dalam pelaporan pajak.


Sumber:

Agoes, Sukrisno, Trisnawati, Estralita. 2013. Akuntansi Perpajakan Edisi 3. Jakarta. Salemba Empat.


Share:

Kamis, 08 Mei 2025

BANK SOAL UTP GENAP LAB AKUNTANSI

Hallo Balance People gimana nih kabarnya? semoga tetap sehat selalu dan bahagia yaa


Ada kabar baik nih, bagi balance people yang ingin belajar kembali soal-soal UTP Genap 2025,


balance people bisa download Disini

Share:

INFO LAIN

Blog's

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

Blogger templates