Hallo Balance People, gimana nih kabarnya? Semoga selalu sehat dan selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa yaaa, Aamiin. Oiya balance people, kita punya informasi nih seputar akutansi, daripada Self-Quarantine nya cuma diisi dengan rebahan, mending coba deh lirik-lirik informasi yang kita sajikan dibawah ini yaaa. ^^
Dengan dicabutnya
PSAK 47 tentang Akuntansi Tanah melalui PSAK 16 (revisi 2011) tentang Aset
Tetap, maka Dewan Standar Akuntansi Keuangan memutuskan untuk menerbitkan
Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan yang mengatur mengenai tanah.
ISAK 25: Hak Atas Tanah mengatur
mengenai:
(a) pengakuan tanah yang
dimiliki entitas melalui Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai
sebagai aset tetap;
(b) bilamana umur ekonomik
tanah sebagai aset tetap menjadi terbatas;
(c) pengakuan atas
beban yang dikeluarkan entitas dalam hal pengakuan awal hak legal atas tanah
maupun perpajangan atau pembaruan hak atas tanah.
Hak kepemilikan tanah di Indonesia
secara absolut dibatasi oleh Undang-undang Dasar Negara tahun 1945. Dalam
Undang-undang Dasar tersebut menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Atas dasar tersebut, entitas dalam
memperoleh hak atas tanah harus melalui Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan
Hak Pakai.
Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang diperoleh entitas dapat diperpanjang dan
diperbarui dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan persyaratan dalam
peraturan perundang-undangan. Dengan adanya perpanjangan dan pembaruan hak atas
tanah secara terus menerus maka tanah dapat memiliki umur ekonomik yang tidak
terbatas.
Dalam peraturan
perundang-undangan juga menjelaskan bahwa seluruh hak atas tanah memiliki
fungsi sosial. Dalam kondisi tertentu, entitas dapat kehilangan kepemilikan
tanah melalui Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai jika tanah yang
diperoleh entitas harus dilepaskan untuk kepentingan sosial. Dengan demikian,
tanah memiliki umur ekonomik yang terbatas.
Interpretasi ini diterapkan untuk
akuntansi tanah sebagai aset tetap oleh entitas yang memiliki hak atas tanah
melalui Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Jika tanah diakui
sebagai properti investasi atau persediaan maka hak atas tanah dicatat
berdasarkan PSAK 13 (revisi 2011): Properti Investasi dan PSAK 14
(revisi 2008): Persediaan.
Permasalahan yang dibahas dalam
Interpretasi ini adalah sebagai berikut:
(a) apakah tanah yang diperoleh melalui
Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai diklasifikasi sesuai dengan
ruang lingkup PSAK 16 (revisi 2011): Aset Tetap?
(b) apakah biaya perolehan tanah dengan
Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai disusutkan sesuai dengan sisa
umur haknya?
(c) bagaimana perlakuan atas beban yang
dikeluarkan entitas dalam hal pengakuan awal hak legal atas tanah maupun
perpajangan atau pembaruan hak atas tanah?
INTERPRETASI
Biaya perolehan
tanah dengan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai diakui sebagai
aset tetap sesuai dengan PSAK 16 (revisi 2011): Aset Tetap.
Umur ekonomik tanah dengan
Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai tidak terbatas sehingga tidak
disusutkan, kecuali terdapat bukti sebaliknya yang mengindikasikan bahwa
perpanjangan atau pembaruan hak atas tanah kemungkinan besar atau pasti tidak
diperoleh.
Beberapa contoh yang menyebabkan umur ekonomik tanah menjadi
terbatas, antara lain:
(a) manajemen mempunyai
prediksi bahwa kondisi kualitas tanah dalam waktu tertentu tidak layak lagi
untuk digunakan dalam operasi utama entitas;
(b) sifat operasi utama
entitas meninggalkan tanah pada saat proyek selesai. Misalnya tanah yang
digunakan untuk operasi utama atau proyek entitas terletak di daerah terpencil,
sehingga tanah disusutkan sesuai perkiraan panjang jadwal operasi utama atau
proyek tersebut;
(c) kebijakan dari
pemerintah yang akan memanfaatkan tanah untuk kepentingan umum sehingga
kemungkinan besar perpanjangan hak atas tanah tidak akan diperoleh.
Biaya untuk mendapatkan hak
legal atas tanah ketika tanah diperoleh pertama kali diakui sebagai bagian dari
harga perolehan tanah sesuai dengan PSAK 16 (revisi 2011): Aset Tetap paragraf
16.
Biaya terkait perpajangan
atau pembaruan hak atas tanah diakui sebagai aset tak berwujud dan diamortisasi
sepanjang umur hukum hak atau umur ekonomik tanah, mana yang lebih pendek
sesuai dengan PSAK 19 (revisi 2009): Aset Tak berwujud paragraf 94.
Pada tanggal awal penerapan
Interpretasi ini, entitas mereklasifikasi sisa saldo beban tangguhan yang
berasal dari biaya legal perolehan awal Hak atas tanah yang belum teramortisasi
ke nilai tercatat aset tanah.
Entitas menerapkan
Interpretasi ini untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2012.
Sumber :
Ikatan Akuntan Indonesia