BALANCE FACT : PERISTIWA SETELAH PERIODE PELAPORAN
Dalam
menyusun laporan keuangan, penyusun laporan keuangan membutuhkan waktu untuk
menyelesaikan laporan keuangan antara tanggal pelaporan keuangan dan tanggal
laporan keuangan diotorisasi untuk diterbitkan. Dimungkinkan di antara kedua
tanggal tersebut terjadi kejadian-kejadian yang dapat mempengaruhi angka- angka
yang dilaporkan dalam laporan keuangan.
PSAK 8 Peristiwa setelah Periode
Pelaporan membedakan peristiwa setelah tanggal periode pelaporan neraca menjadi
dua, yaitu:
1.
Peristiwa
yang Memerlukan Penyesuaian
Peristiwa
setelah periode pelaporan memerlukan penyesuaian jika salah satu kriteria
berikut terpenuhi:
a.
Kejadian
yang memberikan bukti tambahan terkait dengan kondisi yang sudah terjadi pada
tanggal pelaporan.
b.
Kejadian
tersebut mengindikasikan tidak tepat untuk mengaplikasikan dasar akuntansi
going concern.
2.
Peristiwa
yang Tidak Memerlukan Penyesuaian
Peristiwa setelah periode pelaporan tidak memerlukan penyesuaian jika kejadian tersebut terkait dengan kondisi yang belum terjadi pada periode pelaporan.
Contoh dari peristiwa
yang memerlukan penyesuaian:
1) Penyelesaian
kasus pengadilan setelah periode pelaporan yang memberikan bukti baru bahwa
entitas memiliki kewajiban kini pada akhir periode pelaporan.
Dalam
kasus ini berarti entitas perlu melakukan perubahan atas estimasi awal dan
menyesuaikan provisi yang terkait dengan kasus tersebut sesuai dengan PSAK 57
Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi, atau mengakui provisi
baru
Jika
sebelumnya belum mengakui provisi. Dalam hal ini, entitas perlu melakukan
perubahan estimasi akuntansi pada periode pelaporan (prospektif).
2) Penerimaan
informasi setelah periode pelaporan yang mengindikasikan adanya penurunan nilai
aset pada akhir periode pelaporan, atau perlunya penyesuaian atas jumlah yang
sebelumnya telah diakui sebagai rugi penurunan nilai aset.
Misalnya: diperoleh informasi
mengenai kebangkrutan pelanggan yang terjadi setelah periode pelaporan. Adanya
kebangkrutan tersebut menunjukkan peristiwa yang memerlukan penyesuaian karena
kemungkinan besar kondisi keuangan pelanggan tersebut sudah memburuk sebelum
tanggal pelaporan. Sangat jarang terjadi kebangkrutan tersebut disebabkan
karena peristiwa setelah tanggal pelaporan.
Adanya peristiwa tersebut juga
menunjukkan entitas perlu merevisi estimasi mengenai penurunan nilai yang
sebelumnya telah dibuat. Artinya entitas perlu melakukan perubahan estimasi
akuntansi pada periode pelaporan (prospektif).
3) Penentuan
setelah periode pelaporan atas biaya perolehan aset yang dibeli, atau hasil
penjualan aset yang dijual sebelum akhir periode pelaporan.
Entitas dapat melakukan penjualan
aset yang memenuhi kriteria untuk diakui sebagai penjualan aset, namun jumlah
imbalan yang diterima tergantung dari peristiwa yang akan terjadi di masa
mendatang.
Misal, PT Anita menjual sebidang
tanah sebelum tanggal 31 Desember 2016 dan harga penjualannya tergantung pada
apakah pembeli dapat memperoleh Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di atas tanah
tersebut. PT Anita mengestimasi probabilita mendapatkan IMB dalam menentukan
nilai wajar dari piutang yang timbul dari transaksi tersebut. Apabila sebelum
tanggal laporan keuangan diotorisasi diperoleh informasi mengenai diberikan
atau tidak diberikan IMB tersebut, maka peristiwa tersebut akan mempengaruhi
estimasi nilai piutang yang sebelumnya dibuat. Entitas perlu melakukan
perubahan estimasi akuntansi pada periode pelaporan (prospektif).
4)
Penentuan
jumlah pembayaran bagi laba atau bonus setelah periode pelaporan.
Jika entitas memiliki kewajiban
hukum atau kewajiban konstruktif kini pada akhir periode pelaporan untuk
melakukan pembayaran sebagai akibat dari peristiwa setelah tanggal tersebut
(lihat PSAK 24 Imbalan Kerja).
Misal, entitas mempunyai program
bonus untuk semua karyawan sebesar 10% dari laba sebelum pajak auditan untuk
tahun 2016. Perusahaan baru mengetahui angka laba sebelum pajak auditan setelah
tanggal pelaporan dan sebelum laporan keuangan diotorisasi untuk diterbitkan,
yaitu pada tanggal 15 Februari 2016. Apabila laba sebelum pajak auditan adalah
sebesar Rp1 miliar, maka perusahaan perlu mengakui liabilitas dan beban terkait
pembayaran bonus sebesar Rp100 juta (10% x Rp1 miliar) di laporan keuangan
tahun 2016.
Peristiwa ini juga menunjukkan bahwa entitas perlu
merevisi cadangan pembagian bonus yang sebelumnya diestimasi entitas. Perubahan
ini juga termasuk ke dalam perubahan estimasi (prospektif).
5) Penemuan
kecurangan atau kesalahan yang menunjukkan bahwa laporan keuangan tidak benar.
Ditemukannya kecurangan atau
kesalahan setelah tanggal pelaporan yang menunjukkan adanya angka tertentu yang
dilaporkan di laporan keuangan pada tanggal pelaporan tidak akurat memerlukan
dilakukannya koreksi kesalahan. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya di sub bab
Koreksi Kesalahan, apabila kecurangan atau kesalahan tersebut terjadi di
periode pelaporan saja maka dilakukan koreksi secara prospektif dan jika
kecurangan atau kesalahan terjadi di periode-periode sebelumnya maka dilakukan
koreksi secara retrospektif.
Sumber:
Kartikahadi dkk. (2019).
Akuntansi Keuangan Berdasarkan SAK Berbasis IFRS. Jakarta: Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI).