Sabtu, 14 Desember 2024

BALANCE FACT : PERISTIWA SETELAH PERIODE PELAPORAN

 


BALANCE FACT : PERISTIWA SETELAH PERIODE PELAPORAN

Dalam menyusun laporan keuangan, penyusun laporan keuangan membutuhkan waktu untuk menyelesaikan laporan keuangan antara tanggal pelaporan keuangan dan tanggal laporan keuangan diotorisasi untuk diterbitkan. Dimungkinkan di antara kedua tanggal tersebut terjadi kejadian-kejadian yang dapat mempengaruhi angka- angka yang dilaporkan dalam laporan keuangan.

       PSAK 8 Peristiwa setelah Periode Pelaporan membedakan peristiwa setelah tanggal periode pelaporan neraca menjadi dua, yaitu:

1.     Peristiwa yang Memerlukan Penyesuaian

Peristiwa setelah periode pelaporan memerlukan penyesuaian jika salah satu kriteria berikut terpenuhi:

a.     Kejadian yang memberikan bukti tambahan terkait dengan kondisi yang sudah terjadi pada tanggal pelaporan.

b.     Kejadian tersebut mengindikasikan tidak tepat untuk mengaplikasikan dasar akuntansi going concern.

2.     Peristiwa yang Tidak Memerlukan Penyesuaian

Peristiwa setelah periode pelaporan tidak memerlukan penyesuaian jika kejadian tersebut terkait dengan kondisi yang belum terjadi pada periode pelaporan.

Contoh dari peristiwa yang memerlukan penyesuaian:

1)   Penyelesaian kasus pengadilan setelah periode pelaporan yang memberikan bukti baru bahwa entitas memiliki kewajiban kini pada akhir periode pelaporan.

Dalam kasus ini berarti entitas perlu melakukan perubahan atas estimasi awal dan menyesuaikan provisi yang terkait dengan kasus tersebut sesuai dengan PSAK 57 Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi, atau mengakui provisi baru

Jika sebelumnya belum mengakui provisi. Dalam hal ini, entitas perlu melakukan perubahan estimasi akuntansi pada periode pelaporan (prospektif).

2)  Penerimaan informasi setelah periode pelaporan yang mengindikasikan adanya penurunan nilai aset pada akhir periode pelaporan, atau perlunya penyesuaian atas jumlah yang sebelumnya telah diakui sebagai rugi penurunan nilai aset.

Misalnya: diperoleh informasi mengenai kebangkrutan pelanggan yang terjadi setelah periode pelaporan. Adanya kebangkrutan tersebut menunjukkan peristiwa yang memerlukan penyesuaian karena kemungkinan besar kondisi keuangan pelanggan tersebut sudah memburuk sebelum tanggal pelaporan. Sangat jarang terjadi kebangkrutan tersebut disebabkan karena peristiwa setelah tanggal pelaporan.

Adanya peristiwa tersebut juga menunjukkan entitas perlu merevisi estimasi mengenai penurunan nilai yang sebelumnya telah dibuat. Artinya entitas perlu melakukan perubahan estimasi akuntansi pada periode pelaporan (prospektif).

3) Penentuan setelah periode pelaporan atas biaya perolehan aset yang dibeli, atau hasil penjualan aset yang dijual sebelum akhir periode pelaporan.

Entitas dapat melakukan penjualan aset yang memenuhi kriteria untuk diakui sebagai penjualan aset, namun jumlah imbalan yang diterima tergantung dari peristiwa yang akan terjadi di masa mendatang.

Misal, PT Anita menjual sebidang tanah sebelum tanggal 31 Desember 2016 dan harga penjualannya tergantung pada apakah pembeli dapat memperoleh Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di atas tanah tersebut. PT Anita mengestimasi probabilita mendapatkan IMB dalam menentukan nilai wajar dari piutang yang timbul dari transaksi tersebut. Apabila sebelum tanggal laporan keuangan diotorisasi diperoleh informasi mengenai diberikan atau tidak diberikan IMB tersebut, maka peristiwa tersebut akan mempengaruhi estimasi nilai piutang yang sebelumnya dibuat. Entitas perlu melakukan perubahan estimasi akuntansi pada periode pelaporan (prospektif).

4)    Penentuan jumlah pembayaran bagi laba atau bonus setelah periode pelaporan.

Jika entitas memiliki kewajiban hukum atau kewajiban konstruktif kini pada akhir periode pelaporan untuk melakukan pembayaran sebagai akibat dari peristiwa setelah tanggal tersebut (lihat PSAK 24 Imbalan Kerja).

Misal, entitas mempunyai program bonus untuk semua karyawan sebesar 10% dari laba sebelum pajak auditan untuk tahun 2016. Perusahaan baru mengetahui angka laba sebelum pajak auditan setelah tanggal pelaporan dan sebelum laporan keuangan diotorisasi untuk diterbitkan, yaitu pada tanggal 15 Februari 2016. Apabila laba sebelum pajak auditan adalah sebesar Rp1 miliar, maka perusahaan perlu mengakui liabilitas dan beban terkait pembayaran bonus sebesar Rp100 juta (10% x Rp1 miliar) di laporan keuangan tahun 2016.

Peristiwa ini juga menunjukkan bahwa entitas perlu merevisi cadangan pembagian bonus yang sebelumnya diestimasi entitas. Perubahan ini juga termasuk ke dalam perubahan estimasi (prospektif).

5) Penemuan kecurangan atau kesalahan yang menunjukkan bahwa laporan keuangan tidak benar.

Ditemukannya kecurangan atau kesalahan setelah tanggal pelaporan yang menunjukkan adanya angka tertentu yang dilaporkan di laporan keuangan pada tanggal pelaporan tidak akurat memerlukan dilakukannya koreksi kesalahan. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya di sub bab Koreksi Kesalahan, apabila kecurangan atau kesalahan tersebut terjadi di periode pelaporan saja maka dilakukan koreksi secara prospektif dan jika kecurangan atau kesalahan terjadi di periode-periode sebelumnya maka dilakukan koreksi secara retrospektif.

 

Sumber:

Kartikahadi dkk. (2019). Akuntansi Keuangan Berdasarkan SAK Berbasis IFRS. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

 

 

 


Share:

0 komentar:

Posting Komentar

INFO LAIN

Blog's

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

Blogger templates